Abstrak
Secara
garis besar, dalam tulisan ini dibahas tentang filosofis umum dan khusus pemodelan matematika. filosofis umum menggambarkan ontology dan
epistemology matematika model. Filosofis matematika menggambarkan perjalanan
konsep matematika dari konsep kalkulus/limit leibnis, kemudian matematika
formal hilbert, theorema godel, bilangan godel, tarski, alan turing, matematika
non standard, teori kategori, transformasi. Tulisan dimulai dengan menjelaskan ontologi dan epistemologi
dari matematika Model, kemudian dilanjutkan dengan konsep matematika mulai dari konsep
kalkulus/limit leibnis, kemudian apa yang dimaksud matematika formal menurut
hilbert, dilanjutkan theorema godel berserta bilangan godelnya, dan terakhir
penulis membahas tentang tarski, kontribusi alan turing dalam dunia amtematika
komputer, matematika non standard, teori kategori serta transformasi geometri.
Kata kunci: epistemology,
ontology, matemtika model, Matematika
Formal Hilbert, Theorema Godel, Bilangan Godel, Tarski, Alan Turing, Matematika
Non Standard, Teori Kategori, Transformasi
A. Filosofis Umum
1. Pengertian Ontologi
Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu telah melahirkan
tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat (ontologi),
teori pengetahuan (epistimologi), dan teori nilai (aksiologi). (Cecep, 2006:47).
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu On=being,
dan Logos=logic. Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being
(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan) (Amsal Bakhtiar, 2007:132). Sedangkan Suriasamantri mengatakan bahwa
ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada”.
(Suriasumantri, 1985:5)
Jadi dapat
disimpulkan bahwa:
·
Menurut bahasa, ontologi berasal
dari Bahasa Yunani, yaitu On/Ontos=ada, dan Logos=ilmu. Ontologi adalah ilmu
tentang hakikat yang ada.
·
Menurut istilah, ontologi adalah
ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan Kenyataan yang
asas, baik yang berbentuk jasmani / konkret, maupun rohani / abstrak.
2.
Tahapan Ontologi
Ontologi membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkrit memiliki beberapa tahapan. Seperti yang dikutip dari Suriasumantri
tahapan ontologi (Hakikat Ilmu) adalah sebagai berikut.
·
Obyek apa
yang telah ditelaah ilmu?
·
Bagaimana
wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
·
Bagaimana
hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir,
merasa, dan mengindera) yang
membuahkan pengetahuan?
·
Bagaimana
proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
·
Bagaimana
prosedurnya?
Menurut Marsigit (2015: 95), Ontologi
matematika berusaha memahami keseluruhan dan kenyataan matematika, yaitu segala
matematika yang mengada. Dalam kaitanya dengan matematika pendekatan ontologis
matematika adalah dengan mencari pengertian menurut akar dan dasar terdalam
dari kenyataan matematika. Pendekatan ontologis digunakan untuk menerima
kenyataan dalam matematika. Pendekatan ini berusaha untuk mengkaji bagaimana
mencari inti dari setiap kenyataan yang ditemukan terkait matematika, membahas
apa yang ingin kita ketahui tentang matematika, seberapa jauh kita ingin tahu,
serta menyelediki sifat dasar apa yang ada secara fundamental.
4. Aspek Ontologi Matematika
Aspek ontologi pada ilmu matematika
akan diuraikan sebagai berikut :
a.
Metodis : matematika merupakan ilmu
ilmiah (bukan fiktif)
b.
Sistematis : ilmu matematika adalah
ilmu telaah pola dan hubungan artinya kajian-kajian ilmu matematika saling
berkaitan antara satu sama lain
c.
Koheren : konsep, perumusan,
definisi dan teorema dalam matematika saling bertautan dan tidak bertentangan
d.
Rasional : ilmu matematika sesuai
dengan kaidah berpikir yang benar dan logis
e.
Komprehensif : objek dalam
matematika dapat dilihat secara multidimensional (dari barbagai sudaut pandang)
f.
Radikal : dasar ilmu matematika
adalah aksioma-aksioma
g.
Universal : ilmu matematika
kebenarannya berlaku secara umum dan di mana saja. (Ani, 2011)
Menurut Sumardyono dalam Abdul Halim Fathani (2008:53) Beberapa aliran pandangan mengenai
objek matematika sebagai berikut:
A. Formalisme
Aliran formalisme dipelopori oleh ahli matematik besar dari
jerman David Hilbert. Menurut aliran ini sifat alami dari matematik ialah
sebagai sistem lambang yang formal. Matematik bersangkut paut dengan
sifat-sifat struktural dari simbol-simbol dan proses pengolahan terhadap
lambang-lambang itu. Smbol-simbol dianggap sebagai sasaran yang menjadi objek
matematik. Bilangan- bilangan misalnya dipandang sebagai sifat-sifat struktural
yang paling sederhana dari benda-benda. Dengan simbolisme abstrak yag
dilepaskan dari sesuatu arti tertentu dan hanya menunjukan bentuknya saja.
Aliran formalism berusaha menyelidiki struktur dari berbagai system.
Berdasarkan landasan pemikiran itu seorang pendukung aliran tersebut merumuskan
matematik ilmu tentang sistem-sistem formal.
B. Intuisionisme
Menurut Ernest (1995), aliran
intusionisme mengakui aktivitas matematika manusia sebagai dasar dalam
penyusunan bukti atau objek-objek matematika, teori baru, dan juga mengakui
bahwa aksioma intuisi dari teori matematika secara mendasar tidaklah lengkap,
dan perlu ditambahkan sebagai kebenaran matematika yang lain baik secara
intuisi maupun secara informal.
C. Logisme
Aliran logisisme dipelopori oleh Bertrand Arthur William Russell
dari Inggris. Dalam 1903 terbitlah buku beliau yang berjudul “The Principles of
Mathematics” yang berpegang pada pendapat bahwa matematik muri semata-mata
terdiri atas deduksi-deduksi dengan prisip-prinsip logika dari prisip-prinsip
logika. Menurutnya logika telah mejadi lebih bersifat matematis dan matematik
sehingga lebih logis. Akibatnya ialah bahwa kini menjadi sepenuhnya tak mungkin
untuk menarik suatu garis diantara keduanya. Sesungguhnya kedua hal itu adalah
satu. Mereka berbeda seperti anak dan orang dewasa. Logika merupakan masa muda
dari matematika dan matematika merupakan masa dewasa dari logika.
Ontologi membahas tentang yang ada secara
universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas
dalam semua bentuknya (Bahrum, 2013).
Pemodelan Matematika (Mathematical Modeling)
Model adalah representasi penyederhanaan dari sebuah realita yang complex
(biasanya bertujuan untuk memahami realita tersebut) dan mempunyai feature yang
sama dengan tiruannya dalam melakukan task atau menyelesaikan permasalahan.
Model adalah karakteristik umum yang mewakili sekelompok bentuk yang ada, atau
representasi suatu masalah dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah
dikerjakan. Dalam matematika, teori model adalah ilmu yang menyajikan
konsep-konsep matematis melalui konsep himpunan, atau ilmu tentang model-model
yang mendukung suatu sistem matematis. Teori model diawali dengan asumsi
keberadaan obyek-obyek matematika (misalnya keberadaan semua bilangan) dan
kemudian mencari dan menganalisis keberadaan operasi-operasi, relasi-relasi,
atau aksioma-aksioma yang melekat pada masingmasing obyek atau pada obyek-obyek
tersebut.
Indenpensi dua hukum matematis yang lebih
dikenal dengan nama axiom of choice, dan contnuum hypothesis dari
aksioma-aksioma teori himpunan (dibuktikan oleh Paul Cohen dan Kurt Godel)
adalah dua hasil terkenal yang diperoleh dari teori model. Telah dibuktikan
bahwa axiom of choice dan negasinya konsisten dengan aksioma-aksioma Zermelo Fraenkel dalam teori himpunan dan hasil yang
sama juga dipenuhi oleh contnuum hypothesis. Model matematika yang
diperoleh dari suatu masalah matematika 5
yang diberikan, selanjutnya diselesaikan dengan aturan-aturan yang ada.
Penyelesaian yang diperoleh, perlu diuji untuk mengetahui apakah penyelesaian
tersebut valid atau tidak. Hasil yang valid akan menjawab secara tepat model
matematikanya dan disebut solusi matematika. Jika penyelesaian tidak valid atau
tidak memenuhi model matematika maka solusi masalah belum ditemukan, dan perlu
dilakukan pemecahan ulang atas model matematikanya (Bell, 1978).
7. Epistemologi
Terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia,
yang menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat
modern. Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk
membina filsafat yang kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka
sumber-sumber pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak
ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan studi apa pun,
bagaimanapun bentuknya. Salah satu perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan
sumbersumber dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan
prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan
kepada manusia
(jallaludin :1998).
Maka dengan demikian ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut ini: Bagaimana pengetahuan itu muncul dalam diri manusia?
Bagaimana kehidupan intelektualnya tercipta, termasuk setiap pemikiran dan
kinsep-konsep (nations) yang muncul sejak dini ? dan apa sumber yang
memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan ini ?
Sebelum menjawab semua pertanyaan-petanyaan di atas, maka kita harus tahu bahwa pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar, menjadi dua. Pertama, konsepsi atau pengetahuan sederhana. Kedua tashdiq (assent atau pembenaran), yaitu pengetahuan yang mengandung suatu penilaian. Konsepsi dapat dicontohkan dengan penangkapan kita terhadap pengertian panas, cahaya atau suara.
memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan ini ?
Sebelum menjawab semua pertanyaan-petanyaan di atas, maka kita harus tahu bahwa pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar, menjadi dua. Pertama, konsepsi atau pengetahuan sederhana. Kedua tashdiq (assent atau pembenaran), yaitu pengetahuan yang mengandung suatu penilaian. Konsepsi dapat dicontohkan dengan penangkapan kita terhadap pengertian panas, cahaya atau suara.
Tashdiq dapat dicontohkan
dengan penilaian bahwa panas adalah energi yang datang dari matahari dan
bahwa matahari lebih bercahaya daripada bulan dan bahwa atom itu dapat meledak. Jadi
antar konsepsi dan tashdiq sangat erat kaitannya, karena konsepsi merupakan
penangkapan suatu objek tanpa menilai objek itu, sedangkan tashdiq, adalah
memberikan pembenaran terhadap objek. Pengetahuan
yang telah didapatkan dari aspek ontologi selanjutnya digiring ke aspek
epistemologi untuk diuji kebenarannya dalam kegiatan ilmiah..
Menurut Ritchie Calder proses
kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia mengamati sesuatu (Muhamad:1999). Dengan demikian dapat dipahami bahwa adanya kontak manusia dengan dunia
empiris menjadikannya ia berpikir tentang kenyataan-kenyataan alam. Setiap
jenis pengetahuan mempunyai ciri yang spesifik mengenai apa, bagaimana
dan untuk apa, yang tersusun secara rapi dalam ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Epistemologi itu sendiri selalu dikaitkan dengan ontologi dan
aksiologi ilmu. Persoalan utama yang dihadapi oleh setiap epistemologi
pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar
dengan mempertimbangkan aspek ontologi dan aksiologi masing-masing ilmu.
8.
Epistemologi Pemodelan Matematika
Epistemologi berasal dari kata episteme
yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Sehingga
Epistemologi dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang pengetahuan dan
cara memperolehnya. Langkah-langkah atau Tahapan
Pemodelan Matematika pemodelan matematika
1.
Mengenali dan menamai variable bebas dan tak
bebas serta membuat asumsi-asumsi seperlunya untuk menyederhanakan fenomena
sehingga membuatnya dapat ditelusuri secara matematika.
2.
Menerapkan teori matematika yang telah diketahui
pada model matematika yang telah dirumuskan guna mendapatkan kesimpulan
matematikanya.
3.
Mengambil kesimpulan matematika tersebut dan
menafsirkannya sebagai informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang
dimodelkan dengan cara memberikan penjelasan atau membuat perkiraan.
4.
Menguji perkiraan terhadap data riil. Jika
perkiraan yang kita buat tidak sebading dengan kenyataan, maka model yang
didapat perlu diperhalus atau merumuskan model baru dan memulai daur kembali.
Bisa juga dengan memperbaiki asumsi-asumsi yang diberikan.
Aksiologi adalah kajian tentang nilai ilmu
pengetahuan. Landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa pengetahuan itu
digunakan. Jadi yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu
pengetahuan. Berdasarkan Lecture
Note An Introduction to Mathematical Modeling oleh (Marion & Lawson,
2008), memberikan beberapa contoh manfaat dari matematika
model, diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Karena
matematika adalah bahasa yang sangat presisi, hal ini dapat memudahkan kita
dalam merumuskan ide-ide dan mengidentifikasi asumsi-asumsi yang mendasari
fenomena tersebut.
2.
Karena
matematika bahasa yang ringkas, dengan aturan-aturan yang terdefinisi dengan
baik untuk melakukan manipulasi.
3.
Semua
hasil yang diperoleh matematikawan yang teruji ratusan tahun dapat digunakan.
4.
Komputer
dapat melakukan melakukan kalkulasi numerik.
B. Filosofis Matematika
Pada awal perkembangannya, matematika merupakan kajian sistematis
tentang bentuk (shape) dan gerakan objek fisis dalam kehidupan sehari-hari
(berhubungan erat terutama dengan fisika). Kajian dilakukan dengan mengeksplorasi konsep-konsep kuantitas, struktur, ruang, dan perubahan, yang tentu saja berdasarkan
penggunaan logika penalaran manusia (Gambar 1).
Eksplorasi yang dilakukan berlandaskan : (i) Abstraksi dan simbolisasi, (ii) Penetapan
aksioma, definisi (iii) Formulasi konjektur
(‘dugaan’), (iv) Deduksi secara taat azas (‘rigorous’) berdasarkan penalaran untuk menyatakan kebenaran dugaan, serta (v) membangun teorema.
Kajian dengan tujuan mengembangan pengetahuan matematika secara internal
(pengembangan konjektur, teorema, pendekatan altenatif) sering dikategorikan sebagai kajian matematika murni (pure mathematics). Sedangkan kajian dalam arah eksternal yang melibatkan bidang pengetahuan (atau keilmuan lain) dikategorikan sebagai kajian matematika terapan (applied mathematics). Pengembangan ekternal ini meliputi kajian model matematis, metode matematis (dibangun berdasarkan teorema-teorema) yang sesuai, serta metode komputasinya .
(‘dugaan’), (iv) Deduksi secara taat azas (‘rigorous’) berdasarkan penalaran untuk menyatakan kebenaran dugaan, serta (v) membangun teorema.
Kajian dengan tujuan mengembangan pengetahuan matematika secara internal
(pengembangan konjektur, teorema, pendekatan altenatif) sering dikategorikan sebagai kajian matematika murni (pure mathematics). Sedangkan kajian dalam arah eksternal yang melibatkan bidang pengetahuan (atau keilmuan lain) dikategorikan sebagai kajian matematika terapan (applied mathematics). Pengembangan ekternal ini meliputi kajian model matematis, metode matematis (dibangun berdasarkan teorema-teorema) yang sesuai, serta metode komputasinya .
Filosofis
matematika menggambarkan perjalanan Konsep Matematika dari Konsep Kalkulus/limit Leibnis, kemudian Matematika Formal
Hilbert, Theorema Godel, Bilangan Godel, Tarski, Alan
Turing, Matematika Non Standard, Teori Kategori, Transformasi.
1.
Kalkulus Leibnis
Dalam kalkulus, ada istilah Notasi
Leibniz. Dinamakan Notasi Leibniz untuk menghormati filsuf dan matematikawan
dari Jerman abad ke-17 Gottfried Wilhelm von Leibniz (1646 - 1716) menggunakan
simbol dx dan dy untuk melambangkan pertambahan “kecil tak hingga” atau
“infinitesimal” dari x dan y. Salah satu kelebihan sudut pandang Leibniz adalah
kesesuaian dengan analisis dimensi. Sebagai contoh dalam notasi Leibniz,
turunan kedua (menggunakan penurunan implisit) adalah d2y/dx2= f”(x) dan
memiliki satuan dimensi yang sama dengan y/x2 (Triedi,
2015).
Kebanyakan ahli sejarah percaya bahwa
Newton dan Leibniz mengembangkan kalkulus secara terpisah. Keduanya pula
menggunakan notasi matematika yang berbeda pula. Menurut teman-teman dekat
Newton, Newton telah menyelesaikan karyanya bertahun-tahun sebelum Leibniz,
namun tidak mempublikasikannya sampai dengan tahun 1693. Ia pula baru
menjelaskannya secara penuh pada tahun 1704, manakala pada tahun 1684, Leibniz
sudah mulai mempublikasikan penjelasan penuh atas karyanya. Notasi dan
"metode diferensial" Leibniz secara universal diadopsi di Daratan
Eropa, sedangkan Kerajaan Britania baru mengadopsinya setelah tahun 1820.
Dalam buku catatan Leibniz, dapat
ditemukan adanya gagasan-gagasan sistematis yang memperlihatkan bagaimana
Leibniz mengembangkan kalkulusnya dari awal sampai akhir, manakala pada catatan
Newton hanya dapat ditemukan hasil akhirnya saja. Newton mengklaim bahwa ia
enggan mempublikasi kalkulusnya karena takut ditertawakan. Newton juga memiliki
hubungan dekat dengan matematikawan Swiss Nicolas Fatio de Duillier. Pada tahun
1691, Duillie merencanakan untuk mempersiapaan versi baru buku Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica Newton, namun tidak pernah menyelesaikannya.
Pada tahun 1693 pula hubungan antara keduanya menjadi tidak sedekat sebelumnya.
Pada saat yang sama, Duillier saling bertukar surat dengan Leibniz.
Pada tahun 1699, anggota-anggota
Royal Society mulai menuduh Leibniz menjiplak karya Newton. Perselisihan ini
memuncak pada tahun 1711. Royal Society kemudian dalam suatu kajian memutuskan
bahwa Newtonlah penemu sebenarnya dan mencap Leibniz sebagai penjiplak. Kajian
ini kemudian diragukan karena setelahnya ditemukan bahwa Newton sendiri yang
menulis kata akhir kesimpulan laporan kajian ini. Sejak itulah bermulainya
perselisihan sengit antara Newton dengan Leibniz. Perselisihan ini berakhir
sepeninggal Leibniz pada tahun 1716.
Walaupun konsep kalkulus telah
dikembangkan terlebih dahulu di Mesir,
Yunani, Tiongkok, India, Iraq, Persia, dan Jepang, penggunaaan kalkulus modern dimulai
di Eropa pada
abad ke-17 sewaktu Isaac Newton dan Gottfried Wilhelm Leibniz mengembangkan
prinsip dasar kalkulus.
Hasil kerja mereka kemudian memberikan pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan fisika Aplikasi kalkulus diferensial
meliputi perhitungan kecepatan dan percepatan, kemiringan suatu
kurva, dan optimalisasi.
Aplikasi dari kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat
massa, kerja,
dan tekanan.
Aplikasi lebih jauh meliputi deret pangkat dan deret Fourier
(Simmons,
2007). Kalkulus juga digunakan
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih rinci mengenai ruang, waktu, dan gerak.
Selama berabad-abad, para
matematikawan dan filsuf berusaha memecahkan paradoks yang meliputi pembagian
bilangan dengan nol ataupun jumlah dari deret takterhingga. Seorang filsuf
Yunani kuno memberikan beberapa contoh terkenal seperti paradoks
Zeno. Kalkulus memberikan solusi, terutama di bidang limit dan deret
takterhingga, yang kemudian berhasil memecahkan paradoks tersebut (Simmons, 2007).
2.
Matematika Formal Hilbert
Formal merupakan suatu metode dalam menyusun
penalaran yang logis, konsisten, terstruktur, koheren, analitik dan ideal.
Dalam hal ini logika merupakan hal yang fundamental dalam memahami metode
formal. Logika (Beth, 1962) merupakan teori deduktif inferensial yang berkaitan
erat dengan konsep himpunan, premis dan modus Ponens. Dalam membangun
konstruksi logika, perlu ditetapkan (F) formula-formula (U, V, W, ...) yang
merupakan terdiri dari atom-atom (A, B, C, ...) pada suatu himpunan (K). Dengan
ketetapan inilah, melalui penerapan modus Ponens, metode Formal dikembangkan
hingga diperoleh kesimpulan (Z).
Hilbert menyimpulkan bahwa ilmu matematika adalah
kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur yang tergantung pada vitalitas hubungan
antara bagian-bagiannya, dan penemuan dalam matematika dibuat dengan penyederhanaan
metode, menghilangnya prosedur lama yang telah kehilangan kegunaannya dan penyatuan kembali
unsur-unsurnya untuk menemukan konsep baru (Marsigit, 2004).
David
Hilbert (1862-1943) menganjurkan program yang ambisius untuk merumuskan suatu sistem aksioma dan aturan inferensi yang akan
mencakup semua matematika, dari dasar aritmatika hingga mahir kalkulus; impiannya
adalah menyusun metode penalaran matematika dan menempatkan mereka dalam kerangka
tunggal. Hilbert menegaskan bahwa suatu sistem formal dari aksioma dan aturan harus
konsisten, yang berarti bahwa seseorang tidak dapat membuktikan sebuah pernyataan dan
kebalikannya pada saat yang sama, ia juga menginginkan skema yang lengkap, artinya satu
selalu dapat membuktikan pernyataan yang diberikan bisa benar atau salah. Dalam
bukunya Grundlagen der Geometrίe (1899), Hilbert (Marsigit, 2010) mempertajam
metode matematika dari materi aksiomatik Euclid kepada aksiomatik formal
seperti saat ini.
Metode ini dikembangkan Hilbert
sebagai respon terhadap kritik intuisionis terhadap paradoks teori himpunan.
Tesis formalis adalah bahwa Matematika menitikberatkan kepada sistem formal
simbolik. Hingga pada akhirnya Matematika menjadi sekumpulan pengembangan yang
abstrak dimana istilah-istilahnya hanyalah simbol dan pernyataan yang
melibatkan simbol saja. Landasan utama dari Matematika tidak lagi terletak pada
logika namun pada sekumpulan nilai pralogika atau simbol dan sekumpulan operasi
yang melibatkan simbol-simbol tersebut. Dalam sistem formal, segalanya
mengalami reduksi menjadi aturan dan forma (Marsigit, 2010). Matematika
mengalami pergeseran dari konten konkrit kepada konten yang hanya memuat
unsur-unsur simbolik ideal. Penyusunan konsistensi dari beragam cabang
Matematika menjadi penting dalam Matematika formal. Karena tanpa pembuktian
yang konsisten, seluruh Matematiak formal menjadi tidak dapat dijangkau (Marsigit, 2010)
David Hilbert (dalam Marsigit, 2012)
merumuskan suatu sistem aksioma dan aturan inferensi yang akan mencakup semua
matematika, dari dasar aritmatika hingga mahir kalkulus; impiannya adalah
menyusun metode penalaran matematika dan menempatkan mereka dalam kerangka
tunggal.
Hilbert menegaskan bahwa suatu sistem
formal dari aksioma dan aturan harus konsisten, yang berarti bahwa seseorang
tidak dapat membuktikan sebuah pernyataan dan kebalikannya pada saat yang sama,
ia juga menginginkan skema yang lengkap, artinya satu selalu dapat membuktikan
pernyataan yang diberikan bisa benar atau salah. Hilbert berpendapat bahwa
harus ada prosedur yang jelas untuk memutuskan apakah suatu proposisi tertentu
berikut dari himpunan aksioma, dengan itu, diberikan sebuah sistem yang jelas
dari aksioma dan aturan inferensi yang tepat, akan lebih mungkin, meskipun
tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan melalui semua proposisi mungkin,
dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan untuk memeriksa mana yang valid.
Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan secara otomatis akan menghasilkan
semua teorema mungkin dalam matematika.
Di sisi lain, Hilbert (Marsigit, 2012)
menjelaskan bahwa matematika formal didasarkan pada logika formal; mengurangi
hubungan matematis untuk pertanyaan keanggotaan himpunan; objek primitif hanya
terdefinisi dalam matematika formal adalah himpunan kosong yang berisi apa-apa.
Ada klaim bahwa hampir setiap abstraksi matematika yang pernah diselidiki dapat
diturunkan sebagai seperangkat aksioma teori himpunan dan hampir setiap bukti
matematis yang pernah dibangun dapat dibuat dengan asumsi tidak ada di luar
yang aksioma. Itu juga menyatakan bahwa jika tak terhingga merupakan potensi
dan tidak pernah menjadi kenyataan selesai maka himpunan terbatas tidak ada,
karena itu, ahli matematika mencoba untuk mendefinisikan struktur tak terbatas
yang paling umum dibayangkan karena itu tampaknya memberikan harapan paling
baik, jika himpunan tidak terbatas ada maka akan menjadi landasan matematika
yang kokoh.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa
matematika harus langsung terhubung ke sifat program non-deterministic di alam
semesta yang potensial tidak terbatas, hal ini akan membatasi ekstensi untuk
sebuah himpunan bilangan ordinal dan himpunan yang dapat dibangun dari mereka.
Obyek didefinisikan dalam suatu sistem matematis yang formal tidak peduli apakah
aksioma tak terhingga itu termasuk yang dimasukkan, dan bahwa sistem formal
dapat diartikan sebagai suatu program komputer untuk menghasilkan teorema di
mana program tersebut dapat menghasilkan semua nama-nama benda atau himpunan
yang didefinisikan dalam sistem tersebut. Selanjutnya, semua bilangan kardinal
yang lebih besar yang pernah didefinisikan dalam sistem matematika yang
terbatas, tidak akan dihitung dari dalam sistem tersebut.
Hilbert berpendapat bahwa harus ada prosedur
yang jelas untuk memutuskan apakah suatu proposisi tertentu berikut dari himpunan
aksioma, dengan itu, diberikan sebuah sistem yang jelas dari aksioma dan aturan
inferensi yang tepat, akan lebih mungkin, meskipun tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan
melalui semua proposisi mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan untuk
memeriksa mana yang valid. Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan secara otomatis
akan menghasilkan semua teorema mungkin dalam matematika. Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa matematika
formal didasarkan pada logika formal; mengurangi hubungan matematis untuk
pertanyaan keanggotaan himpunan; objek primitif hanya terdefinisi dalam matematika formal
adalah himpunan kosong yang berisi apa-apa.
Ada klaim bahwa hampir setiap abstraksi matematika
yang pernah diselidiki dapat diturunkan sebagai seperangkat aksioma teori himpunan
dan hampir setiap bukti matematis yang pernah dibangun dapat dibuat dengan asumsi tidak ada
di luar yang aksioma. Itu juga menyatakan bahwa jika tak terhingga merupakan potensi
dan tidak pernah menjadi kenyataan selesai maka himpunan terbatas tidak ada, karena itu,
ahli matematika mencoba untuk mendefinisikan struktur tak terbatas yang paling umum dibayangkan karena
itu tampaknya memberikan harapan paling baik, jika himpunan tidak terbatas ada maka
akan menjadi landasan matematika yang kokoh.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa matematika
harus langsung
terhubung ke sifat program non-deterministic di alam semesta yang potensial
tidak terbatas,
hal ini akan membatasi ekstensi untuk sebuah himpunan bilangan ordinal dan himpunan yang dapat dibangun dari mereka.
Obyek didefinisikan dalam suatu sistem matematis yang formal tidak peduli apakah
aksioma tak terhingga itu termasuk yang dimasukkan, dan bahwa sistem formal dapat diartikan
sebagai suatu program komputer untuk menghasilkan teorema di mana program tersebut dapat menghasilkan semua
nama-nama benda atau himpunan yang didefinisikan dalam sistem tersebut.
Selanjutnya, semua bilangan kardinal yang lebih besar yang pernah didefinisikan dalam sistem
matematika yang terbatas, tidak akan dihitung dari dalam sistem tersebut .
3.
Theorema Godel
penemuan alat cetak mencetak pada jaman
modern, yaitu sekitar abad ke 16, telah memungkinkan para matematikawan satu dengan
yang lainnya melakukan komunikasi secara lebih intensif, sehingga mampu menerbitkan karya karya hebat. Hingga sampailah pada jamannya Hilbert yang berusaha untuk menciptakan matematika sebagai suatu sistem
yang tunggal,
lengkap dan konsisten. Namun usaha Hilbert kemudian dapat dipatahkan atau ditemukan kesalahannya oleh muridnya sendiri
yang bernama Godel yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin diciptakan matematika yang
tunggal, lengkap dan konsisten (Marsigit,
2004).
Kurt Godel (1906-1978) membuktikan bahwa tidak ada prosedur keputusan tersebut
adalah mungkin untuk setiap sistem logika yang terdiri dari aksioma dan proposisi cukup
canggih untuk mencakup jenis masalah matematika yang hebat yang bekerja pada setiap hari; ia
menunjukkan bahwa jika kita asumsikan bahwa sistem matematika konsisten, maka kita bisa menunjukkan
bahwa itu tidak lengkap. Peterson mengatakan bahwa dalam pikiran Godel, tidak peduli apa sistem aksioma
atau aturannya, akan selalu ada beberapa pernyataan yang dapat tidak terbukti atau tidak
valid dalam sistem. Memang, matematika penuh dengan pernyataan dugaan dan menunggu bukti
dengan jaminan
bahwa jawaban tertentu telah pernah ada. 2 teorema tidak lengkap Godel.
i) Teorema tidak lengkap yang
pertama
Jika suatu sistem formal S yang memuat bahasa formal dari
aritmatika dan S konsisten maka terdapat kalimat aritmatika A yang
bernilai benar tapi tidak dapat dibuktikan di S.
ii) Teorema tidak lengkap yang
ke dua
Jika suatu sistem
formal S yang memuat bahasa formal dari aritmatika dan S konsisten
maka kekonsistenan S tidak terbukti di A.
Banyak orang yang salah paham yang beranggapan bahwa ke-dua teorema
Godel berlaku ke semua sistem Formal di Matematika, itu tidak tepat, teorema
Godel hanya berlaku kepada sistem formal yang memuat bahasa aritmatika dan bisa
juga berlaku ke sistem formal yang objek bisa direpresentasikan sebagai
bilangan asli. Jika suatu kalimat tidak terbukti di sistem
formal belum tentu tidak dapat dibuktikan sama-sekali
bisa jadi bisa di buktikan olah sistem formal yang lain. Sebagai
contoh teorema terakhir Fermat yang merupakan masalah aritmatis
yang tidak bisa dibuktikan di secara aritmatis tapi dapat di buktikan dengan
sistem formal yang jauh berbeda dari Aritmatis.
Godel,
K., 1961, menyatakan bahwa matematika, berdasarkan sifatnya sebagai sebuah ilmu apriori, selalu telah, dalam dan dari dirinya
sendiri dan, untuk alasan ini, telah lama bertahan semangat dari waktu yang telah memerintah
sejak yaitu
Renaissance, teori empiris matematika; matematika telah berkembang menjadi abstraksi yang lebih tinggi, jauh dari kejelasan materi dan untuk semakin besar di fondasinya misalnya, dengan
memberikan landasan yang tepat dari kalkulus dan bilangan kompleks, dan dengan
demikian, jauh dari sikap skeptis. Namun, sekitar pergantian abad, jam nya disambar antinomi
teori himpunan, kontradiksi yang diduga muncul dalam matematika, yang penting itu
dibesar-besarkan oleh scepticist dan empirisis dan yang dipekerjakan sebagai alasan untuk
pergolakan ke kiri.
Godel
menyatakan bahwa, himpunanelah semua, apa kepentingan matematika adalah apa yang dapat dilakukan, dalam kebenaran,
matematika menjadi ilmu empiris, jika kita membuktikan dari aksioma sewenang-wenang
mendalilkan bahwa himpunaniap bilangan asli adalah jumlah dari empat kotak, tidak di
semua mengikuti dengan pasti bahwa kita tidak akan pernah menemukan counter-contoh untuk teorema
ini, karena aksioma kami bisa himpunanlah semua menjadi tidak konsisten, dan kita dapat mengatakan
bahwa itu berikut dengan probabilitas tertentu, karena meskipun pemotongan banyak kontradiksi
sejauh ini ditemukan.
Menurut
Godel, melalui konsepsi hipotetis matematika, banyak pertanyaan yang kehilangan bentuk apakah proposisi A terus
atau tidak atau A atau ~ A. Godel, K., 1961, berpendapat bahwa formalisme Hilbert mewakili baik dengan
semangat waktu dan hakekat matematika di mana, di satu sisi, sesuai dengan
ide-ide yang berlaku dalam filsafat dewasa ini, kebenaran dari aksioma dari mana matematika
mulai keluar tidak dapat dibenarkan atau diakui dengan cara apapun, dan karena itu gambar
konsekuensi dari mereka memiliki makna hanya dalam pengertian hipotesis, dimana ini
gambar dari konsekuensi itu sendiri ditafsirkan sebagai permainan belaka dengan
simbol menurut aturan tertentu, juga tidak didukung oleh wawasan.
Lebih
lanjut, Godel mengklaim bahwa bukti atas kebenaran suatu proposisi sebagai
representability dari himpunaniap nomor sebagai jumlah dari empat kotak harus memberikan landasan
yang aman untuk proposisi bahwa bahwa himpunan ya-atau-tidak tepat dirumuskan
pertanyaan dalam matematika harus memiliki jelas -memotong jawaban yaitu satu bertujuan
untuk membuktikan bahwa dari dua kalimat A dan ~ A, tepat satu selalu dapat diturunkan.
Godel mengklaim bahwa tidak keduanya dapat diturunkan merupakan konsistensi, dan yang
satu selalu bisa benar-benar diturunkan berarti bahwa pertanyaan matematika diungkapkan oleh
A dapat tegas menjawab. Godel menyarankan bahwa jika seseorang ingin membenarkan dua pernyataan dengan
kepastian matematika, bagian tertentu dari matematika harus diakui sebagai benar
dalam arti filosofi kanan tua
4.
Apa
Maksud dari Teorema Godel
Teorema Godel mengatakan bahwa mustahil kita
mengkontruksikan sistem formal aritmatika dan sistem formal yang memuat
aritmatika yang lengkap. Teorema ini juga menunjukan bawha bisa saja twin
prime, konjekture Goldbach, konjekture Collatz, hipotesiss Riemann yang
diyakini kebenarannya tidak akan pernah bias terbuktikan. Bahwa Matematika itu
terbatas, bahwa mustahil membuat system matematika yang benar-benar sempurna
yang bisa menjawab semua masalah didalamnya, Teorema ini menunjukan bahwa ada
sesuatu yang diyakini benar tapi tidak bisa atau tepatnya belum bisa
dijelaskan oleh logika. Teorema inilah yang membuat Sthephen Hawking berpikiran
mustahil untuk membuat Teori Segala (Theory of Everything) teori tunggal yang
menjelasakan alam semesta ,Secara Filsafat teorema ini menunjukan bahwa akal
manusia itu terbatas (Satria, 2009).
5.
Bilangan Godel
Dalam logika matematika, penomoran Gödel adalah fungsi
yang memberikan setiap simbol dan formula yang terbentuk dengan baik dari
beberapa bahasa formal sebagai bilangan alami yang unik, yang disebut bilangan
Gödel. Konsep ini digunakan oleh Kurt Gödel untuk membuktikan teorema
ketidaklengkapannya. (Kurt, 1931). Penomoran Gödel dapat diinterpretasikan sebagai
pengkodean di mana angka ditugaskan untuk setiap simbol notasi matematika,
setelah itu urutan bilangan alami kemudian dapat mewakili urutan simbol. Urutan
bilangan alami ini sekali lagi dapat diwakili oleh bilangan alami tunggal,
memfasilitasi manipulasi mereka dalam teori formal aritmatika.. Sejak
penerbitan makalah Gödel pada tahun 1931, istilah "penomoran Gödel"
atau "kode Gödel" telah digunakan untuk merujuk pada penugasan yang
lebih umum dari bilangan asli ke objek matematika.
Gödel mencatat bahwa pernyataan dalam suatu sistem
dapat diwakili oleh bilangan asli. Arti penting dari hal ini adalah bahwa
properti pernyataan - seperti kebenaran dan kepalsuannya - akan sama dengan
menentukan apakah angka Gödel mereka memiliki sifat tertentu. Jumlah yang
terlibat mungkin memang sangat panjang (dalam hal jumlah digit), tetapi ini
bukan penghalang; yang penting adalah kita bisa menunjukkan angka-angka seperti
itu dapat dibangun.
Dalam istilah sederhana, Godel merancang metode di
mana setiap rumus atau pernyataan yang dapat diformulasikan dalam sistem kami
mendapatkan angka unik, sedemikian rupa sehingga kami dapat secara mekanis
mengonversi bolak-balik antara rumus dan angka Gödel. Jelas ada banyak cara
yang bisa dilakukan. Diberikan pernyataan apa pun, nomor yang dikonversi
menjadi dikenal sebagai nomor Gödel-nya. Contoh sederhana adalah cara di mana
bahasa Inggris disimpan sebagai urutan angka di komputer menggunakan ASCII atau
Unicode:
(a)
Kata HELLO diwakili
oleh 72-69-76-76-79 menggunakan desimal ASCII.
(b)
Pernyataan logis x =
y => y = x diwakili oleh 120-61-121-32-61-62-32-121-61-120 menggunakan
desimal ASCII.
Gödel menggunakan sistem berdasarkan faktorisasi
prima. Dia pertama kali memberikan bilangan alami unik untuk setiap simbol
dasar dalam bahasa formal aritmatika yang dengannya dia berurusan. Untuk
menyandikan seluruh rumus, yang merupakan urutan simbol, Gödel menggunakan
sistem berikut. Diberikan urutan () dari bilangan bulat
positif, Pengkodean Gödel dari urutan adalah produk dari n primer pertama yang
dinaikkan ke nilai yang sesuai dalam urutan:
Menurut teorema dasar aritmatika, bilangan apa
pun (dan, khususnya, bilangan yang diperoleh dengan cara ini) dapat secara unik
difaktorkan ke dalam faktor prima, sehingga dimungkinkan untuk memulihkan
urutan asli dari bilangan Gödelnya (untuk bilangan apa pun yang diberikan
simbol yang akan dikodekan). Gödel secara khusus menggunakan skema ini pada dua
tingkat: pertama, untuk menyandikan urutan simbol yang mewakili formula, dan
kedua, untuk menyandikan urutan formula yang mewakili bukti. Ini memungkinkan
dia untuk menunjukkan korespondensi antara pernyataan tentang bilangan asli dan
pernyataan tentang kemungkinan teorema tentang bilangan asli, pengamatan kunci
dari buktinya.
6.
Tarski
Tarski
dalam (Guerrier,
2008)dalam tulisannya yang berjudul “The concept
of truth in languages of deductive sciences” menunjukkan bahwa tujuannya adalah
menyusun definisi dari proposisi kebenaran yang memadai secara materi dan tepat
secara formal. Proyek Tarski adalah menjembatani secara nyata antara sistem
formal dan realita. Pada tahun 1944 dia mengemukakan kembali konsep kebenaran
klasik milik Aristoteles dalam bahasa yang modern melalui definisi berikut:
“‘the truth of a proposition lies in its agreement (or correspondence) with reality;
or a proposition is true if it designates an existent state of things.’’
Kebenaran proposisi terletak pada kesepakatan (atau korespondensi) dengan
realita, atau suatu proposisi bernilai benar jika ia membentuk status
keberadaan sesuatu. Untuk mengelaborasi konstruksi rekursif dari kebenaran
suatu proposisi, Tarski mengenalkan konsep yang lebih umum tentang
‘‘satisfaction of a propositional function (a predicate) by such or such
objects, kesesuaian fungsi proposisi objek’’ kepada fakta bahwa ‘‘complex propositions
are not aggregates of propositions, but obtained from propositional functions.
Proposisi
kompleks tidak beragregasi, tetapi diperoleh dari fungsi proposisi’’ Definisi
ini menegaskan fakta bahwa status kebenaran dari sebuah fungsi proposisi mesti
berlaku di dunia realita. Hal ini memungkinkan bagi kita untuk mengonstruk
kriteria kesesuaian suatu formula yang kompleks terhadap predikat kalkulus pada
struktur manapun secara rekursif dengan menggunakan intepretasi terhadap tiap
huruf pada formula. Sehingga dapat didefinisikan ungkapan tentang “model for a
formula”, yang mengatur suatu struktur interpretasi dari suatu formula yang
memenuhi setiap rangkaian objek yang relevan. Hal ini menjadi jalan bagi Tarski
dalam mendefinisikan notion yang fundamental tentang “konsekuensi logis dalam
sudut pandang semantik”: suatu formula G menyesuaikan dari suatu formula F
secara logis jika dan hanya jika setiap
model dari F merupakan model bagi G.
Hal
ini bermakna bahwa formula “ adalah
benar untuk setiap intepretasi terhadap F dan G pada setiap struktur tak
kosong. Contohnya, dalam konteks semantik, “Q(x)” merupakan konsekuensi logis
dari “ Perhatikan bahwa ini merupakan ekstensi dari
hasil korespondensi yang dihasilkan oleh Wittgenstein, dalam pemahaman bahwa
“Q(x)” dan “ bukan
merupakan variabel proposisi, tapi fungsi proposisi. Sehingga tidak mungkin
untuk menggunakan tabel kebenaran secara langsung.
Model
pendekatan teoritik dikembangkan oleh Tarski dalam bukunya Introduction to
logic and to the methodology of the deductive sciences. Diketahui suatu teori
deduktif yang memungkinkan memahami suatu sistem aksiomatik sebagai bahasa
formal dan mengintepretasikan kembali sistem dengan interpretasi yang lain.
Interpretasi dimana suatu aksioma bernilai benar disebut dengan model sistem
aksiomatik. Pendekatan ini (Beth, 1962) menjadikan tak berhingga banyaknya formula
sebagai aksioma, yang diperoleh dari beberapa aksioma tertentu yang digunakan
berulang-ulang pada aturan inferensial. Aksioma-aksioma tersebut dinamakan
tesis. Beberapa karakter tesis yang mendasar antara lain,
(I)
(II)
(III)
Dari
tesis-tesis tersebut dikembangkan menggunakan skema inferensial dan modus
Ponens sehingga diperoleh berbagai teorema. Misalnya akan dibuktikan bahwa juga
merupakan tesis. Dari karakter aksioma I maka dapat disusun implikasi berupa
(1) (. Sedangkan dari karakter aksioma II dapat
disusun implikasi (2) . Dari (1) dan (2) dengan skema (iij) maka
diperoleh (Hal tersebut memberikan beberapa hasil yang
penting:
“Semua
teorema dibuktikan dari suatu sistem aksiomatik yang valid untuk setiap
interpretasi sistem”
Teorema
tersebut menunjukkan hubungan antara semantik dan sintak sekaligus mengarahkan
kita kepada metode yang penting dalam pembuktian bahwa suatu pernyataaan bukan
merupakan konsekuensi logis dari teori aksioma. Dengan begitu, Tarski telah
memberikan perbedaan yang jelas antara kebenaran dalam suatu interpretasi dan
kebenaran sebagai konsekuensi logis dari suatu sistem aksiomatik. Dibandingkan dengan kedua metode sebelumnya,
metode aksiomatik memiliki perbedaan yang cuku jelas. Beth (1962) menjelaskan
bahwa pendekatan aksiomatik
tidak melibatkan analisis keterkaitan antara himpunan K yang memuat
premis-premis U dengan himpunan L yang memuat konklusi-konklusi V. Melainkan
menetapkan status istimewa terhadap suatu kumpulan formula yang disebut tesis.
Tesis ini identik dengan tautologi. Namun keterkaitan dua teori sebelumnya
dengan teori aksiomatik akan ditunjukkan dalam teorema-teorema. Misal pada
teorema 9 (Beth, 1962), Setiap tesis adalah identitas logis.
Dengan
membangun tabel semantik yang cocok, kami pertama kali menunjukkan bahwa setiap
aplikasi dari aksioma-schemata (I)-(III) adalah identitas logis. Kedua, akan
dibuktikan bahwa jika kedua U dan yang
logis identitas, maka demikian juga V. Jadi misalkan bahwa di bawah valuasi
tertentu w identitas, maka demikian juga V. Jadi misalkan di bawah valuasi
tertentu w kami memiliki . Dengan U adalah logicalidentity, kita
memiliki . Dengan aturan (S1), berikut bahwa w . Tapi ini bertentangan anggapan kami menurut
yang adalah
identitas logis. Akhirnya, jika U menjadi tesis yang bebas. Maka harus ada
batas tertentu untuk urutan formula (, yang merupakan bukti U sebagai tesis. Jika , atau U, bukan identitas logis, maka baik
itu adalah satu-satunya rumus di urutan yang tidak identitas logis atau yang
lain itu didahului oleh formula lain dalam urutan yang juga tidak identitas
logis. Akan ada formula pertama dalam urutan yang bukan merupakan identitas logis.
Sekarang baik
adalah sebuah aplikasi dari salah satu skema aksioma (I) - (IIII) atau
dapat juga ditemukan m dan n (l <m, n <j) sehingga
adalah
Namun, karena bukan
identitas logis, tidak dapat menjadi aplikasi skema aksioma dengan pengamatan
pertama. Di sisi lain, karena dan
mendahului , maka identitas logis. Tapi dengan kedua
kami komentar, jika
adalah adalah
identitas logis, maka harus juga menjadi identitas logis. Hal
berikut bahwa ada formula seperti yang dijelaskan dapat ditemukan. Oleh
karena itu , atau U, harus menjadi identitas logis.
7.
Alan Turing
Masalah utama dalam menyempurnakan
bukti adalah bahwa pada awalnya tampak bahwa untuk membangun pernyataan p yang
setara dengan "p tidak dapat dibuktikan", p entah bagaimana harus
mengandung referensi ke p, yang dapat dengan mudah menimbulkan sebuah
kemunduran tanpa batas. Teknik cerdik Gödel adalah untuk menunjukkan bahwa
pernyataan dapat dicocokkan dengan angka (sering disebut arithmetization of
syntax) sedemikian rupa sehingga "membuktikan pernyataan" dapat
diganti dengan "menguji apakah suatu angka memiliki properti yang
diberikan". Ini memungkinkan formula referensial diri dibangun dengan cara
yang menghindari setiap kemunduran definisi. Teknik yang sama kemudian
digunakan oleh Alan Turing dalam karyanya di Entscheidungs problem.
Secara sederhana, suatu metode dapat
dirancang sehingga setiap formula atau pernyataan yang dapat diformulasikan
dalam sistem mendapatkan angka unik, yang disebut nomor Gödel-nya, sedemikian
rupa sehingga memungkinkan untuk secara mekanis mengonversi bolak-balik antara
rumus dan Gödel angka. Jumlah yang terlibat mungkin memang sangat panjang
(dalam hal jumlah digit), tetapi ini bukan penghalang; yang penting adalah
bahwa angka-angka tersebut dapat dibangun. Contoh sederhana adalah cara di mana
bahasa Inggris disimpan sebagai urutan angka di komputer menggunakan ASCII atau
Unicode:
a)
Kata
HELLO diwakili oleh 72-69-76-76-79 menggunakan desimal ASCII, yaitu angka
7269767679.
b)
Pernyataan
logis x = y => y = x diwakili oleh 120-061-121-032-061-062-032-121-061-120
menggunakan ASCII oktal, yaitu nomor 120061121032061062032121061120.
Pada prinsipnya, membuktikan suatu
pernyataan benar atau salah dapat ditunjukkan setara dengan membuktikan bahwa
angka yang cocok dengan pernyataan itu memiliki atau tidak memiliki properti
yang diberikan. Karena sistem formal cukup kuat untuk mendukung penalaran
tentang angka pada umumnya, ia dapat mendukung penalaran tentang angka yang
mewakili formula dan pernyataan juga. Yang terpenting, karena sistem dapat
mendukung penalaran tentang sifat-sifat angka, hasilnya setara dengan penalaran
tentang kemantapan pernyataan setara mereka.
8.
Matematika Non Standard
Fakta dasar dalam teori model adalah bahwa
setiap struktur matematika tanpa batas memiliki model non standar, yaitu
struktur non-isomorfik yang memenuhi sifat dasar yang sama. Dengan kata lain,
ada struktur yang berbeda tetapi setara, dalam arti bahwa mereka tidak dapat
dibedakan melalui sifat-sifat dasar yang mereka puaskan.
ketika studi intensif model aritmatika tidak
standar dimulai. "Penemuan" analisis tidak standar dapat dilakukan
pada tahun 1960, ketika Abraham Robinson memiliki gagasan untuk menerapkan
secara sistematis mesin model-teoretis tersebut untuk dianalisis. Dengan
mempertimbangkan ekstensi yang tidak standar dari sistem bilangan real, ia
mampu memberikan penggunaan dasar yang sangat terbatas pada angka yang sangat
kecil, sehingga memberikan solusi untuk masalah yang sudah ada lebih dari
seabad. Menurut beberapa penulis, pencapaian Robinson mungkin menjadi salah
satu kemajuan utama di bidang matematika abad ini.
Adanya ekstensi yang tidak standar dari
sistem bilangan real, yang disebut bilangan hiperreal, dapat tampak
bertentangan, dalam arti mereka bertentangan dengan teorema karakterisasi
terkenal untuk R. Misalnya, jika kita ingin sistem hyperreal menjadi bidang
yang dipesan, kemudian, sebagai ekstensi R yang tepat, bidang tersebut tidak
boleh berupa archimedean atau Dedekind-complete. Jadi, apa arti kesetaraan dari
∗R dan R yang dimaksudkan? Jawaban yang benar
untuk pertanyaan ini adalah inti dari analisis tidak standar. Dalam konteks
logika matematika, gagasan properti elementer dapat diberikan definisi yang
tepat. Yaitu, aproperty bersifat elementer jika dapat dirumuskan sebagai
formula urutan pertama dalam bahasa tertentu. Secara kasar, rumus urutan
pertama adalah ekspresi terbatas di mana kuantifikasi diizinkan hanya atas
variabel yang berkisar elemen tetapi tidak lebih dari subset.
Dengan demikian, dalam bahasa yang biasa yang
terdiri dari simbol untuk kecanduan, perkalian, elemen netral dan relasi
keteraturan, sifat-sifat bidang yang dipesan adalah urutan pertama, sedangkan
Dedekind-kelengkapan dan properti archimedean tidak. Perhatikan bahwa
kelengkapan berbicara tentang himpunan bagian, dan properti archimedean
membutuhkan rumus yang sangat panjang untuk dinyatakan: "∀x> 0 (x> 1∨x + x> 1∨x + x + x> 1. ...)" .2 Setelah bahasa
telah ditentukan, prinsip transfer Leibnitz dapat diberikan rumusan yang ketat.
Setiap properti yang dapat dituliskan sebagai
formula urutan pertama adalah benar untuk bilangan real R jika dan hanya jika
itu benar untuk setiap sistem bilangan hiperreal ∗ R.
Strategi
khas dalam analisis tidak standar adalah sebagai berikut. Asumsikan kita ingin
membuktikan (atau menyanggah) beberapa dugaan P tentang bilangan real, atau
lebih umum, tentang beberapa struktur matematika M. Memformalkan P sebagai
rumus urutan pertama φ. Dapat terjadi bahwa lebih mudah untuk memutuskan P
dalam beberapa model tidak standar ∗ M di mana alat tambahan mungkin tersedia (misalnya, sangat kecil),
daripada dalam model standar M. Setelah properti P, seperti yang dinyatakan
secara formal oleh rumus φ, telah terbukti (atau tidak terbukti) dalam ∗ M, dengan transferitis benar (atau salah)
dalam struktur standar M juga.
Penggunaan
model tidak standar untuk membuktikan teorema "standar", dapat
dilihat dengan cara yang sama seperti, katakanlah, penggunaan bilangan kompleks
C untuk membuktikan hasil tentang bilangan real. Jika seseorang hanya tertarik
pada bilangan real, maka bilangan kompleks dapat dilihat sebagai alat belaka
untuk melakukan pembuktian. Tentu saja, perbandingan di atas tidak boleh
dipahami secara harfiah. Teknis yang terlibat dalam metode yang tidak standar
agak berbeda karena mereka membutuhkan penjelasan dari logika matematika untuk
sepenuhnya dibenarkan. Tapi tetap saja, ide dasarnya mirip. Metode tidak
standar tidak menimbulkan stobe matematika tidak standar yang kontras dengan
matematika standar. Sebaliknya, mereka menyediakan alat kuat baru yang dapat
diterapkan di seluruh spektrum matematika, dan yang kekuatan dan potensinya
mungkin masih jauh dari sepenuhnya dieksploitasi.
Sayangnya,
masih ada beberapa perbedaan dalam komunitas matematika tentang penggunaan
metode tidak standar. Alasan historis untuk ini adalah fakta bahwa sangat kecil
digunakan secara tidak benar dalam perkembangan awal kalkulus. Saat ini,
hambatan untuk difusi yang lebih luas dari metode tidak standar mungkin adalah
kenyataan bahwa matematikawan sering tidak nyaman dengan logika matematika.
Inilah sebabnya mengapa banyak upaya telah dilakukan untuk menemukan presentasi
dasar ke dalam analisis tidak standar (yaitu presentasi yang tidak melibatkan
gagasan teknis dari logika matematika). Dalam hal ini, lihat pendekatan yang
diberikan oleh H.J Keisler yang ditujukan untuk rata-rata siswa kalkulus awal,
dan yang baru-baru ini diberikan oleh C. W. Henson.
8. Transformasi Geometri
Transformasi geometri merupakan perubahan suatu bidang
geometri yang meliputi posisi, besar dan bentuknya sendiri. Jika hasil
transformasi kongruen dengan bangunan yang ditranformasikan, maka disebut
transformasi isometri. Transformasi isometri sendiri memiliki dua jenisya itu
transformasi isometri langsung dan transformasi isometri berhadapan.
Transformasi isometri langsung termasuk translasi dan rotasi, sedangkan
transformasi isometri berhadapan termasuk refleksi.
I.
Translasi
(pergeseran)
Translasi
(pergeseran) adalah pemindahan suatu obyek sepanjang garis lurus dengan arah
dan jarak tertentu.
Jika translasi T = memetakan titik P(x, y) ke titik () maka = x + a,
dan = y + b
atau (x + a, y +
b) dapat ditulis dalam bentuk :
T = : P(x, y) (x + a, y +
b)
Contoh :
Tentukan koordinat bayangan titik A (-2, 4) oleh
translasi T =
Penyelesaian :
= (-2 + 3, 4 + 6)
= (1, 10)
II.
Refleksi (pencerminan)
Refleksi (pencerminan) adalah suatu
transformasi yang memindahkan setiap titik pada bidang dengan menggunakan sifat
bayangan cermin dari titik-titik yang hendak dipindahkan itu.
a.
Refleksi
titik terhadap sb x, sb y, titik pusat, garis y = x dan garis y = -x
1) P(x, y) dicerminkan terhadap sumbu x, bayangannya
adalah P1(x, y)
2) P(x, y) dicerminkan terhadap sumbu y, bayangannya
adalah P2(-x, y)
3) P(x,
y) dicerminkan terhadap pusat (0, 0), bayangannya adalah P3(-x, -y)
4) P(x, y) dicerminkan terhadap garis y = x,
bayangannya adalah P4(y, x)
5) P(x, y) dicerminkan terhadap garis y = -x,
bayangannya adalah P5(-y, -x)
b.
Refleksi
titik terhadap garis x = a dan y = b
Perhatikan gambar !
a)
P(x, y) dicerminkan terhadap garis x = a,
bayangannya adalah P1(2a – x, y)
b)
P(x, y) dicerminkan terhadap garis y = b,
bayangannya adalah P2(x, 2b – y)
c)
P(x,
y) dicerminkan terhadap titik (a, b), bayangannya adalah P3(2a –
x, 2b – y)
|
III.
Rotasi
(Perputaran)
Rotasi (perputaran) pada bidang
geometri ditentukan oleh titik pusat, besar sudut, dan arah sudut rotasi. Rotasi
arah positif bila rotasi berlawanan arah dengan putaran jarum jam. Rotasi arah negatif bila
rotasi itu searah dengan arah putaran jarum jam.
a.
Rotasi
terhadap titik pusat O(0, 0) jika P(x, y) diputar sebesar radian berlawanan
arah dengan arah putaran jarum jam terhadap pusat O dan diperoleh bayangan P(), maka :
= x cos - y sin
= x sin + y cos
b.
Pusat
(a, b)
Titik
P(x, y) menjadi ()
- a = (x –
a) cos - (y – b)
sin
- b = (x –
a) sin + (y – b)
cos
|
IV.
Dilatasi
(Perkalian)
Dilatasi (perbesaran atau perkalian)
adalah suatu transformasi yang mengubah ukuran (memperbesar atau memperkecil)
suatu bangun, tetapi tidak mengubah bentuk bangunan yang bersangkutan. Dilatasi
ditentukan oleh titik pusat dan faktor skala dilatasi.
Dilatasi yang
berpusat di titik asal O dan di titik seberang P(x, y) dengan faktor skala k
dilambangkan dengan [0, k] dan [P, k].
a.
Dilatasi terhadap titik pusat (0, 0)
Jika P (x, y)
didilatasi terhadap titik
pusat O(0, 0) dengan
faktor skala k
didapat bayangan
P’() maka : = kx
= ky
|
9.
Teori Kategori
Teori kategori berhubungan dengan struktur matematika
dan hubungan antar struktur tersebut secara abstrak. Saat ini kategori
digunakan dalam matematika, informatika teori, dan fisika matematis. Kategori
diperkenalkan pertama kali oleh Samuel Eilenberg dan Saunders Mac Lanepada
tahun 1942-1945, dalam hubungannya dengan topologi aljabar.
Contoh teori kategori Misalkan kita mempunyai himpunan (yang lalu kita
sebut dengan object beserta fungsi total di antar himpunan tersebut (yang lalu
kita sebut morphism, maka properti kategori adalah sebagai berikut.
·
Tipe Fungsi. f: A -> B berarti fungsi f memetakan dari himpunan A ke
himpunan B.
·
Komposisi. Kita bisa menggabungkan dua fungsi f dan g, jika himpunan
target dari fungsi pertama sama dengan himpunan sumber dari fungsi kedua, misal
f: A -> B dan g: B -> C untuk beberapa himpunan A,B, dan C. Komposisi
biasanya dilambangkan dengan gof.
·
Fungsi Identitas. Untuk setiap himpunan A, terdapat fungsi identitas di
A :
A -> A
REFERENSI
Bahrum. (2013). Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi. Yayasan
Pendidikan Ujung Pandang, 8, 35–45.
Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning Mathematics.
University of Pittburght.
Beth, E. W. (1962). Formal methods. Dordrecth: D.
Reidel Publishing Company.
Fathani, Abdul H.2008. Matematika Hakikat & Logika.
Malang: Ar-Ruzz Media
Jalaluddin dan Abdullah
Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998.
Guerrier. (2008). Truth versus validity in mathematical
proof. ZDM Mathematics Education, 40(1), 373–384.
Kurt, G. (1931). Uber lormal unentscheidbare S ~ tze der
Principia Mathematica und verwandter Systeme I ~ ). 38, 173–198.
Marion, G., & Lawson, D. (2008). An Introduction to
Mathematical Modelling. Scotland: Bioinformatics and Statistics.
Marsigit. (2004). Sejarah dan filsafat matematika.
Marsigit. (2010). Modul filsafat ilmu. Universitas
Negeri Yogyakarta.
Marsigit. (2012). Sejarah dan filsafat Matematika. Disampaikan
Pada Workshop Guru SMK RSBI Yogyakarta.
Marsigit, Ilham R., & Mareta M. M.(2014). Filsafat
matematika. Yogyakarta: UNY press
Muhammad Baqir Ash-Shadr, Falsafatuna terhadap
Belbagai Aliran Filsafat Dunia,
(Cet.VII; Bandung: Mizan, 1999), h. 25.
Satria, N. (2009). Aritmatika, Bahasa Formal, Sistem Formal.
Retrieved May 16, 2019, from
https://ariaturns.wordpress.com/2009/05/09/teorema-tidak-lengkap-godel/
Simmons, G. F. (2007). Calculus Gems: Brief Lives and
Memorable Mathematics. Mathematical Association of America.
Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai.
Bandung: CV. Mulia Press: gramedia
Suriasumantri , Jujun S. 1978. Pengantar Ilmu dalam Perspektif. Jakarta : Triedi,
A. (2015). Kegunaan Notasi Leibniz. Retrieved from kompasiana website:
https://www.kompasiana.com/agustriedi/56502c3ad693732d05e72f8d/kegunaan-notasi-leibniz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar